Setitik Pertemuan
Tahukah kamu sejak pertemuan itu bumiku terguncang? Lalu, kau pergi
dan berhasil membawa semua yang aku miliki. Apa sebenarnya yang kamu mau?
Pertanyaan yang
selalu terbendung dalam benak Ayu, saat khayalnya bermain dengan bayang itu,
Ayu selalu basah dengan titik hangat dikedua pelupuk matanya. Setitik pertemuan
mampu mengubur Ayu dalam sepenggal kenangan yang membenamkan rindu. Pria itu
bahkan tidak pernah merasa bersalah telah memenjarakan Ayu dalam dunianya yang
penuh dengan kerinduan.
“Ayu.. Kamu tahu,
mata indahmu mampu menyejukkan hatiku” mantra cinta yang terucap dari bibir
tipis pria itu menyentuh hati Ayu.
“Jangan terlalu memujiku, Her. Kita sudah saling mengenal sejak
lama, bahkan ketika kita sekolah dasar dulu. Kenapa kamu baru mengatakannya
sekarang?”
“Aku baru menyadarinya, kini mataku terbuka oleh sinar terangmu.
Keindahanmu itu membuatku menyanjungmu,”
“Oh, Herman.
Terima kasih atas semua yang kamu ucapkan, sungguh membuat aku tersanjung.
Namun, aku tidak mengerti apa maksud dari semua perkataanmu” Terang saja Ayu
tidak memahami maksud dari Herman, karena ia seorang gadis polos berwajah manis
yang belum mengenal apa itu cinta terhadap lawan jenis.
“Ayu, aku ingin
kamu menjadi pendamping hidupku. Maksudku, maukah kamu menjadi kekasihku?” pinta
Herman sembari menggenggam tangan halus Ayu seraya meyakinkan hati gadis itu.
Tanpa gerak
aneh dan suara, Ayu perlahan mengangguk. Anggukan itu mengisyaratkan bahwa Ayu
bersedia merajut benang asmara dengan Herman. Herman yang seorang teman
kecilnya, yang tampak begitu gagah dimata Ayu ditambah dengan dada bidangnya
menyempurnakan tubuh lelaki itu.
Kini Ayu resmi
menyandang gelar “Berpacaran”. Berpacaran dengan lelaki yang telah ia kenali,
yang telah lama diam dalam kedalaman hatinya. Kedekatan mereka selama ini yang
membuat Ayu yakin dengan pilihannya, memilih Herman sebagi pemilik tunggal
hatinya.
Hari-hari
mereka lalui dengan rasa bahagia yang tak tergambarkan dengan kata, keluarga
mereka pun mendukung jalinan cinta yang tengah terajut. Namun, tak banyak kisah
dan cerita yang mampu mereka tuliskan bersama. Karena, Herman akan segera
berangkat ke kota nan jauh dari pandangan Ayu. Herman akan kembali bertugas
sebagai abdi negara, sementara Ayu harus tinggal di pinggiran kota untuk menyelesaikan
pendidikan keguruannya.
Ayu dengan rasa
cintanya memberangkatkan Herman di sebuah stasiun, tempat terdapatnya beragam
bus yang memiliki kota tujuan yang berbeda-beda. Lambaian tangan Ayu menghantar
Herman duduk di sebuah sudut kursi bus yang di dalamnya terdapat layanan full
AC. Perlahan namun pasti, bus yang ditumpangi Herman semakin jauh dari sudut
mata Ayu. Membuat Ayu semakin basah dengan air mata yang sejak tadi mengalir
deras namun tak menyebabkan banjir dalam stasiun bus.
Sejak pertemuan
itu, Ayu telah memberikan hati, cinta juga rindunya hanya untuk Herman. Namun,
Herman tampaknya tidak terlalu serius dengan apa yang ia ucapkan tempo hari.
Herman berhasil membawa semua yang Ayu miliki, kini Ayu tinggal dalam kenangan
dan bayang-bayang Herman. Berharap Ayu akan dapat bertemu kembali dan bisa
melewati hari berdua dalam perbincangan hangat tentang cinta. Semoga Ayu kian
kuat untuk menghadapi semua bayang Herman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar